Bermula
ketika ada seorang teman yang memposting link tentang film Hafalan Sholat
Delisa sekitar akhir November 2011 dengan disertai kalimat “HARUS NONTON”. Karena
penasaran saya membuka link tersebut namun ternyata tayang di bioskop nya masih
lama, kira-kira sebulan lagi. Saya urungkan niat untuk membaca sinopsis nya, dalam
fikiran saya saat itu pasti film nya tidak jauh dari judulnya, mungkin hanya
berkisah tentang susah nya menghapal hafalan sholat bagi seorang anak kecil. Namun,
beberapa minggu kemudian, kebetulan saya melihat lagi ada nge-share link
trailer hafalan sholat delisa di home facebook saya, karena film itu sudah
tidak asing bagi saya, saya iseng buka link itu dan ternyata DAMN! diluar
dugaan, hanya dengan melihat trailer nya saja, yang hanya beberapa menit durasinya,
air mata saya berhasil jatuh dengan mudahnya. Tidak seperti yang saya pikirkan,
ternyata film ini begitu menyentuh, dengan latar belakang peristiwa tsunami di
Aceh pada tahun 2004. Aceh bagi saya merupakan bagian hidup yang tak
terlupakan. Bagaimana tidak, separuh dari umur sekarang ini saya habiskan di
Aceh. Aceh merupakan kota masa kecil saya dengan segala kenangan di dalamnya.
Rasa penasaran
saya dengan film ini pun semakin bertambah. Kemudian saya teringat pada
perkenalan saya dengan film ini di sebuah grup facebook yang bernama Cafe Akhwat
Tsabitaers. Saya segera meluncur ke grup itu dan mencari tautan yang pernah
saya komen beberapa minggu yang lalu, lalu saya iseng nulis kata “UP” pada komentar
tautan tersebut dan ternyata banyak respon positif untuk ngajak nonton bareng
film itu kemudian percakapan pun berlanjut membahas waktu dan tempat kita akan
nonton bareng.
Akhirnya
dipilih waktu nonton bareng yang tepat pada hari kamis, 22 Desember 2011 pukul
12.30 di Jatinangor Town Square. Hari itu kebetulan saya ada kerja kelompok
pemasaran di kampus yang mengharuskan saya harus ijin dari kerja kelompok itu
hanya demi nonton premire “Hafalan Shalat Delisa” bareng beberapa akhwat
statistika yang sudah confirm untuk ikut. Entah kenapa semangat saya begitu
menggebu-gebu untuk menyaksikan film itu.
Dimulai
dari diputar nya film, saya berusaha mengatur emosi agar stabil. Sanking antusias
nya saya, saya tidak ingin melewatkan sedikit adegan pun sampai-sampai saya
tidak mengajak teman sebelah untuk mengorol. Ada satu adegan ketika delisa
melaksanakan sholat jamaah bersama keluarganya, sesudah sholat jamaah delisa
memeluk ibunya seraya berkata “Delisa cinta
Umi karena Allah” merinding rasa nya saya mendengarnya, seumur hidup saya
belum pernah saya mengucapkan hal yang begitu besar maknanya itu kepada Ibu
saya. Air mata saya jatuh dan tiba-tiba saya sangat merindukan ibu saya.
Adegan demi
adegan berlalu mencapai titik puncak ketika delisa mengikuti ujian hafalan
shalat di sekolah nya dan tiba-tibaa … bencana itu datang dalam sekejap menghancurkan
semua yang ada di hadapannya, itulah titik klimaks ketika air mata saya mulai
berjatuhan, yaaa saya menangis. Saya menangis karena saya membayangkan ketika
ibu delisa sibuk mencari anaknya padahal nyawa nya sendiri saja belum tentu
selamat, kasih sayang seorang ibu tergambar dari adegan itu, betapa tulus nya
cinta kasih seorang ibu kepada anaknya bahkan sampai harus mengorbankan dirinya
sendiri. Saya juga menangis karena sosok delisa yang begitu polos dan lugu,
yang benar-benar menerapkan apa yang di ajarkan oleh gurunya yaitu ketika
sholat harus khusuk pada satu tujuan, dan si kecil delisa menerapkan hal itu
bahkan ketika Tsunami datang kepadanya. Subhanallah.. ketika itu saya berpikir
jika saya berada dalam posisi seperti delisa akankah saya sanggup khusuk
seperti dia?? Astaghfirullah, hal itu menjadi tanda tanya dan cambukan buat
saya agar saya harus memperbaiki ibadah saya sebelum hari itu tiba.
Sepanjang
diputarnya film saya tak kuasa menahan tangis, setiap adegan dalam film itu
syarat akan makna dan tanpa saya sadari penonton di bioskop juga menangis,
teman-teman saya juga menangis, mata mereka bengkak ketika lampu bioskop di
nyalakan. Sungguh luar biasa dampak dan makna yang tersirat dalam film ini
terutama bagi saya, saya semakin termotivasi untuk menjadi orang yang lebih
baik lagi dari sebelumnya. Terima kasih untuk sutradara film hapalan Shalat
Delisa yaitu Sony Gaokasak telah mengangkat kisah ini
menjadi sebuah film yang begitu syarat akan makna kehidupan dan tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada pengarang novel Hafalan Shalat Delisa
yaitu Tere Liye.
Bagi yang belum nonton ayo segera nonton ! Recomended Film pokonya ! :)
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti QUIZ yang di adakan oleh fanpage
Hafalan Shalat Delisa
Continue reading Resensi : Film Hafalan Shalat Delisa